di tulis kembali oleh : wiwit novi susanto
Menjadi tua atau mati adalah satu tahapan yang tak mungkin dihindari oleh yang hidup. Seperti halnya kehidupan, setiap orang akan mempunyai apresiasi yang berbeda dalam menyambut kematiannya. Ada yang hanya berdoa saja. Ada yang hanya berbaring saja. Ada yang tenang-tenang saja, nyaris lupa. Bahkan ada yang bengong tidak tahu mesti mengapa. Tapi ada juga yang begitu sibuk mencubit kenangan ketika mengetam harapan dan menyemai impian lalu itu. Meski kemudian yang terlihat hanya satire atau mungkin juga ironi; kesibukan tuk sekedar melepaskan diri dari ketakutan akan kematian.
Begitulah sepasang suami istri itu menunggu kematiannya—dalam sebuah pementasan naskah “Kereta Kencana” karya Eugene Ionesco, pada Festival Teater Sumbar 2007 di Taman Budaya, 25 Agustus 2007—dalam bilik (rumah) mereka . Penantian yang terpaksa mereka lalui dengan berbagai suasana yang mereka ciptakan sendiri; keakraban, basa-basi, tawa dan canda,sertajuga percintaan.
Terpaksa?
Ya! Karena bukankah di atas segalanya adalah kecemasan, ketakutan, dan absurditas tanpa harapan? Sebuah tragisme ala Eugene Ionesco; lucu sekaligus tragis.
Laki-laki tua dengan istrinya yang juga sudah tua itu, kemudian menerjemah kerinduan mereka dalam gerak-laku serta imajinasi dengan kelatahan khas orang-orang tua. Kenangan terhadap suasana masa muda serta kehadiran seorang anak yang tak pernah ada dibangkitkan menjadi satu peristiwa yang dapat dibayangkan sebagai suatu yang membahagiakan sekaligus mengiris sebagai sembilu, pedih. Tari, tawa serta celotehan mereka adalah sesuatu yang seharusnya mengundang senyum getir siapa saja.
Ketika Tangan dan Kaki Berkata
-
Ketika Tangan dan Kaki BerkataLirik : Taufiq IsmailLagu : Chrisye Akan
datang hariMulut dikunciKata tak ada lagi Akan tiba masaTak ada suaraDari
mulut kita...
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar